Man Jadda Wajada

barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dapatlah ia

Kamis, 21 Juli 2011

MIMPI

Sudah setengah jam aku mengutak-atik FB seseorang. Bukan mengacaukannya apalagi meng-hack, orang gaptek kayak aku mana bisa berbuat begitu. Aku hanya ingin menyelidiki siapa dia. Dia yang tiba-tiba sering menanyakan banyak hal tentang diriku. Heran aja, aku nggak kenal tapi kenapa dia seolah-olah kenal sama aku. Aku jadi penasaran siapa dia sebenarnya.
“Huft....capek juga!” kututup jejaring sosial dan kucabut modem dari laptop kesayanganku. Ku refresh dan ku klik shutdown. Kurebahkan sebentar tubuhku sambil menunggu laptopku mati. Kupencet HP-ku dan menyeting alarm biar tidurnya nggak keterusan. Maklum jam tidur udah kelewat. Ngantuk berat!!!
“Farah, sini sebentar, bunda dan ayah mau bicara!” Bundaku memanggil. Kulihat bundaku dan ayahku berdiri di jendela kamar tamu.
“Ada apa bund?” Tanyaku setelah menghampiri.
“Sini, coba kamu lihat di luar nanti akan ada laki-laki yang datang mau ijab sama kamu.” Jawab Bunda.
“Apa bund???????” Aku benar-benar terkejut.
“Iya, nanti ada yang mau ijab sama kamu.” Ayah menambahi.
“Loh, kog bisa sih? Siapa?” Aku penasaran, jantungku berdegup kencang, dan merasa sangat takut. Takut yang teramat sangat. Kog bisa? Aku syok.
Tak lama kemudian datang sebuah sepeda motor yang ditumpangi dua orang laki-laki. Satu orang berpenampilan ala ustadz. Berpakaian koko, memakai sarung dan berjenggot serta berjambang lebat sekitar umur 30-an. Yang satu masih muda sekitar 25 tahun. Dia memakai hem lengan panjang warna biru dan celana panjang hitam. Ditangannya nampak sebuah kamera besar dengan lensa bundar.
”Itu orangnya Far!” Kata bunda sambil menunjuk ke arah luar. Aku semakin gugup. Denyut jantungku entah sudah mencapai berapa puluh atau ratus, aku nggak tahu. Ayah dan bunda mengajakku ke teras menghampiri dua laki-laki itu.
“Ini Far, kenalin, dia agamanya bagus.” Kata ayah sambil menunjuk laki-laki berpenampilan ustadz tanpa menyebut siapa nama laki-laki itu. Aku yang merasa ogah-ogahan cuma diam mematung sambil melihat wajah laki-laki itu tanpa kata. Kulihat laki-laki disebelahnya. Apa orang ini fotografer ya kog membawa kamera? Ucapku dalam hati.
“Ini lho yang mau ijab sama kamu, dia agamanya bagus, buktinya mas yang satunya ini bisa berubah jadi alim karna berkat bimbingannya juga.” Kata Bunda sambil melihat laki-laki berpenampilan ustadz. Aku semakin bingung.
“Aku nggak pernah merasa ta’aruf sama dia, nggak pernah merasa janji nikah sama dia, kenapa tiba-tiba aku harus nikah sama dia? Ini hidupku cuma sekali, aku nggak mau menikah sama orang yang nggak aku cintai. Kalau pun aku nikah ma dia, ya harus ta’aruf dulu. Nggak bisa langsung ijab seperti ini!!!!” Akhirnya aku bicara. Air mataku tumpah. Laki-laki berpenampilan ustadz malah menatapku. Aku samakin takut. Nggak! Aku nggak mau nikah sama laki-laki ini, aku nggak kenal, aku nggak cinta, aku mau nikahnya cuma sama dia yang disana. Dia yang slama ini kucintai! Protesku dalam hati. Aku berlari ke lantai atas menuju kamarku meninggalkan ayah, bunda dan dua laki-laki itu. Air mataku bercucuran. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku merasa nggak terima. Ini nggak adil buatku. Akan beda ceritanya kalau aku memang ta’arufan sama laki-laki itu, tahu siapa laki-laki itu dan aku menyetujui proses itu. Lah ini?
“Aku nggak mauuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!!!!!!!!!!!” aku berteriak sekencang-kencangnya sambil mengusap air mataku.
Huh hah huh hah.....napasku terengah-engah. Aku terbangun dari tidurku. Ya Alloh.... Aku bermimpi!!! Perasaanku nggak karuan. Kuusap wajahku, Ya Alloh......aku benar-benar menangis. Kuingat aku tertidur dan belum berdoa. Kulangkahkan kakiku mengambil air wudhu dan kembali istirahat. Kutenangkan hatiku dengan melantunkan dzikir dan do’a-do’a sebelum tidur. Nyaman sekali.
“Kenapa Far? Semua udah disiapin lho.” Kata Bunda setelah menyusulku. Aku bingung. Aku melihat nggak ada persiapan apa-apa. Nggak ada dekorasi, nggak ada apa-apa.
“Bund, aku cuma mau nikah ma dia yang aku cintai bund!” Jawabku masih dengan terisak-isak.
“Dia siapa?” Tanya bunda.
“Dia bunda, dia...dia...” Jawabku.
“Dia siapa?” Lagi-lagi bunda bertanya.
“Ya dia bund, dia.” Aku tak mampu menyebut namanya. Di benakku terbayang sosoknya yang amat kucinta dan kuharapkan. Hatiku hancur nggak karuan. Aku benar-benar nggak menyangka kenapa bisa seperti ini. Tiba-tiba disuruh ijab dengan laki-laki yang tiba-tiba datang tak kukenal tanpa proses ta’aruf. Aku bukan Siti Nurbaya. Hatiku tambah hancur saat menyadari aku cuma sanggup memendam perasaanku pada orang yang aku cinta. Remuk redam.
Akhirnya aku turun dan menuju ke teras bermaksud menemui dua laki-laki yang datang ke rumahku. Kulihat mereka duduk menungguku di bawah pohon mangga depan rumah. Kudengar ayahku mengatakan sesuatu pada mereka yang intinya jangan memaksaku tuk menikah. Aku sedikit lega. Kuberanikan diri menghampiri.
“Kamu kenapa? Hatiku sakit banget kamu tolak. Kenapa kamu nggak mau menikah sama aku?” Kata laki-laki berpenampilan ustadz. Laki-laki itu kelihatan sangat marah.
“Loh, kenapa marah-marah sama saya?Apa salah saya? Tunggu dulu, kita tabayunkan dulu. Saya nggak pernah ta’aruf sama jenengan. Nggak pernah bilang mau nikah sama jenengan. Kenapa kejadiannya kayak gini?” Sahutku. Laki-laki itu diam.
Kukeluarkan HP-ku memperlihatkan isinya lalu memutar sebuah lagu. Lagunya Maher Zain.
“Jenengan dengarkan lagu ini, lagu ini sangat mengingatkan saya pada seseorang. Sebenarnya selama ini saya menunggu seseorang yang saya cinta.” Terbayang lagi sosok dia di benakku. Terselip rasa harapan dan sakit yang datang bersamaan. Harapan bahwa dia akan menjadi imamku kelak, dan rasa sakit karna perasaanku ini hanya terpendam tanpa diketahui olehnya. Dan seandainya dia tau pun, aku tak tahu apa ada harapan untukku. Yang aku tahu, aku hanya ingin menunggunya sampai aku tak lagi mampu. Atau sampai menyaksikan dia menikah, entah dengan siapa. Mungkin konyol. Tapi ini mauku.
“Ya sudah, aku mengerti” Kata laki-laki itu kemudian.
Hatiku sangat lega, namun rasa yang menyelinap di hatiku pada sosok dia itu seperti menggedor-gedor hatiku. Sakit.
“Far, udah jam enam!” aku terperanjat mendengar suara ibuku. Kubuka mataku. Sudah pagi.
“Ya Alloh aku mimpi lagi, bukannya tadi malem itu aku bermimpi trus aku bangun dan tidur lagi? Kog mimpinya bersambung?” tanyaku bingung.
“Far, cepetan bangun! Meskipun lagi gak sholat jangan keenakan tidur!” ucap Bunda sambil membuka pintu kamar.
“Iya Bund, tadi malem kemaleman tidurnya, jam 2 baru tidur.” Sahutku.
“Ya udah cepet kerjakan kewajibanmu hari ini apa!”
“Iya Bund!” jawabku sambil beranjak membereskan tempat tidur.
Ya Alloh....aku mimpi apa? Apa yang akan aku lakukan jika itu benar-benar terjadi? Aku masih mau menanti dia meski aku tahu itu sangat tak jelas. Dan meski aku tahu bahwa dia mungkin tak mencintaiku. Tapi aku sudah memutuskan untuk menanti jika mungkin ada keajaiban. Ya Alloh Engkau tempatku berharap.....


Fafa Fathurrohma
Rabu, 22 Juni 2011