Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bismillahirrahmanirrahim…
Hari Rabu, 4 Januari 27 tahun
silam, aku terlahir ke dunia dari pasangan suami istri, Ali Sobron dan Zahrotus
Sholikhah. Bapak memberiku nama Fatkhurohmah yang berarti pembuka rahmat /
kasih sayang. Dulu, aku sempat protes kepada Bapak kenapa memberiku nama
Fatkhurohmah. Susah, Pak! Guru saya salah terus membaca nama saya, Pak! Namanya
terlalu pendek, Pak! Bapak hanya tersenyum dan selalu menjawab kalau saya
beruntung tidak diberi nama khas orang Jawa jaman dulu yang namanya mempunyai
akhiran –em seperti suliyem, painem, paijem. Bukannya apa-apa, tapi jaman
kecilku dulu sudah berbeda dengan jaman Bapak. Jaman kecilku kalau namanya
masih khas orang Jawa jaman Bapak memang sering diledek teman.
saya waktu kecil, sumber: dokumen pribadi |
Aku terlahir sebagai anak kedua
dari lima bersaudara. Kakakku laki-laki, bernama Muhammad Furqon Aliza, selisih
2 tahun denganku. Adikku laki-laki, bernama Sholikhin Fahmi, selisih 6 tahun
denganku. Adikku yang kedua juga laki-laki, bernama Khoirul Fahmi Islakhudin,
selisih 10 tahun denganku. Adikku yang terakhir perempuan, bernama Nikmatus
Sholikhah, selisih 12 tahun denganku. Melihat nama-nama saudara kandungku,
terlihat kan kalau nama saya paling pendek? Dulu waktu masih suka protes, kalau
mengisi biodata, nama depan kuisi Fatkhurohmah, nama belakang juga kuisi
Fatkhurohmah, kalau ada nama tengah, kuisi juga dengan Fatkhurohmah. Biar
terlihat panjang saja, walau sebenarnya tidak. Hehehe.
Bapak baru saja pensiun tahun
lalu. Beliau adalah guru SLB-A di Kota Surakarta (Solo). Beliau sangat gigih
berjuang membesarkan dan menyekolahkan anak-anaknya. Beliau adalah sosok yang
sabar dan penyayang. Ibu tak kalah hebatnya, tanpa pengorbanan beliau mungkin
aku bukanlah siapa-siapa. Aku sangat menyayangi Bapak dan Ibu, walau mungkin
hingga sekarang aku belum bisa membahagiakan mereka.
Sejak lahir hingga sebelum
menikah, aku tinggal di desa Wonorejo yang terletak di Kecamatan Polokarto
Kabupaten Sukoharjo. Sebuah desa yang berarti dalam bagiku. Tinggal di sana
membuatku memiliki dasar pengetahuan agama. Desaku memang terkenal tempat
tinggalnya orang-orang beragama. Merupakan basis Muhammadiyah. Sehingga
beruntung sekali bisa tinggal di sana. Aku sendiri sebelum menikah ikut aktif
di organisasi binaan Muhammadiyah. Setelah menikah, saya pindah rumah di
Grogol, Sukoharjo, sehingga tidak bisa ikut lagi.
Saat SD aku bersekolah di SD
Muhammadiyah Wonorejo. Beragam rasa kehidupan paling banyak kulalui saat duduk
di bangku SD. Banyak cacian hingga pujian yang kurasakan. Dulu ada temanku yang
sukanya jadi sok ratu di kelas, aku disuruh-suruh, kalau tidak nurut dia bakal
mengajak teman-teman menjauhiku. Bukan kepada saya saja dia seperti itu, tapi
juga pada teman yang lain. Hingga suatu ketika entah bagaimana ceritanya saat
kelas 2 SD anak-anak perempuan bertengkar hebat. Ada tiga anak perempuan yang
memang sok jadi ratu di kelas. Mereka sok punya pengikut dan menyuruh teman
yang mengikutinya nurut sama mereka. Yang dua keponakan guru di SD, satu lagi
anak pejabat desa. Mungkin karena latar belakang itu kali ya yang bikin mereka
sok. Ketiga ratu-ratuan itu entah bagaimana bisa bertengkar, pengikutnya pada
belain. Tetapi entah bagaimana bisa ceritanya salah satu dari ratu jadi-jadian
itu menyebut namaku ke guru yang kebetulan memang saudaranya. Aku jadi
dimarahin, dibilangin jangan nakal. Aku merasa sangat sakit hati waktu itu.
Yang lebih membuatku sakit hati, guru itu malah menyuruh teman-temanku
menjauhiku. Aku merasa sangat tertekan, dan aku hanya bisa diam saat itu.
Tetapi teman-temanku yang lain juga tahu, siapa yang sebenarnya suka jadi ratu
jadi-jadian, aku ini cuma jadi kambing hitam. Parahnya lagi, saat di depan
sekolah, salah satu ibu temanku ada yang terang-terangan di depanku menyuruh
anaknya menjauhiku karena termakan omongan anaknya yang pengikut ratu
jadi-jadian. Aku merasa semakin tertekan dan takut. Mungkin peristiwa itu
menjadi salah satu pemicu yang membuatku dulu menjadi seorang yang minder
karena takut dicela orang, takut salah lalu dipermalukan.
Drama ratu jadi-jadian sudah
selesai saat aku dan temanku-temanku naik kelas 3 SD. Semua berteman. Walau
pahitnya masih terasa, namun yang kuingat dari kelas 3 SD hingga kelas 6 SD
guru-guruku banyak yang memujiku karena prestasiku bisa sering juara 1. Bahkan
guru yang dulu mengolokku berubah jadi memujiku dan menyuruh ponakannya (yang
dulu sok ratu) buat rajin belajar agar juara seperti aku. Walau penyakit sok
ratu temenku itu sudah sembuh, aku sering menerima kekesalannya karena
dibanding-bandingkan sama aku. Ya aku senyum saja to.
Enam tahun di sekolah dasar, yang
merupakan saat terindah adalah saat kelas 6 SD. Saat kelas 6 SD itulah aku
mulai mengenal arti pengorbanan, persahabatan dan rasa suka (cieee) yang pada
akhirnya kenangan persahabatan kelas 6 SD itu benar-benar berakhir saat aku duduk
di bangku kuliah. Sebuah cinta yang tersimpan dalam diam hahaha :D Asyiknya
menjalani kehidupan saat kelas 6 SD dihiasi dengan menjadi pemain angklung saat
perpisahan dan ditutup dengan kalung lulusan bertuliskan lulusan terbaik 1.
perpisahan SD, 28 Juni 2001, sumber: dokumen pribadi |
Lulus dari SD, dan gagal move
on karena tak rela berpisah dengan teman-teman SD (bahkan seringkali aku
membanggakan SD-ku), aku melanjutkan sekolah ke SMP N I Mojolaban (SMP
Bekonang). Sekolah negeri yang katanya dulu favorit dan merupakan afiliasi SMP
N 4 Surakarta (Solo). Banyak kenangan yang kudapatkan saat duduk di bangku SMP.
Saat SMP inilah kepercayaan diriku yang paling tinggi kurasakan. Banyak sekali
teman yang kukenal satu angkatan, dari kelas A hingga E, yang perempuan 99%
kukenali. Dulu aku sering main dari satu kelas ke kelas lain biar banyak teman.
PD sekali saat itu. Bahkan kakak kelas perempuan pun banyak yang kukenal. Saat
di SMP, aku mengikuti semua ekstrakurikuler di sekolah yang hanya berjumlah
tiga, yaitu pramuka, PMR, dan kulintang. Mengikuti kulintang membuatku merasa
sangat senang karena menyalurkan hobi musikku. Setiap berapa bulan, aku dan
teman-temanku yang ikut kulintang akan siaran di RRI Solo. Aku memegang melodi
dan juga menyanyi 1 atau 2 lagu. Pengalaman ekstra kurikulerku berubah lucu
saat pemilihan pengurus PMR. Entah bagaimana, pemilihan secara voting yang sangat
diharapkan oleh seseorang untuk diraihnya justru jatuh ditanganku yang sama
sekali tak mengharapkan sebuah posisi sebagai wakil ketua. Lucunya lagi saya
jadi wakil ketua tapi tidak pernah diajak untuk rapat. Yang rapat-rapat malah
yang ikut OSIS hahahaha. Ketahuan kalau saya tidak dianggap. Hihihi. Jamanku
dulu pengurus OSIS dipilih dari pengurus kelas, yang bukan pengurus kelas tidak
akan jadi pengurus OSIS. Sebagian besar yang bukan pengurus OSIS tentunya
memandang anak-anak OSIS itu kebanyakan merasa eksklusif (bahasa kasarnya sok
eksklusif) walau sebenarnya memang itu beberapa oknum. Namun, pengurus OSIS
periode adik kelasku mulai berubah, pengurus OSIS tidak diambil dari pengurus
kelas, melainkan tes akademik dan beberapa tes lainnya.
Pengalamanku di SMP juga diisi
dengan beberapa kali mendapat tugas menjadi pembaca Al-qur’an di awal acara
perpisahan dan pengajian di sekolah. Sungguh aku sendiri tidak mengerti sampai
sekarang mengapa saat itu mau-mau saja, padahal tentunya aku berdiri di hadapan
banyak orang. Pengalaman yang tak kalah seru adalah saat aku ikut lomba Bahasa
di tingkat Kabupaten dan lomba pidato Bahasa Inggris di acara jeda semester di
sekolah. Secara teks, saat pidato Bahasa Inggris hafal sekali, tapi saat maju
tidak bisa menyembunyikan nervous. Selesai pidato saya malah nangis di
kelas dan minta maaf karena tidak tampil dengan PD pada teman-teman.
Teman-teman menghibur bahwa sudah sangat baik saya mau mewakili kelas walau
tidak menang.
Saat kelas 3 SMP, aku dan
beberapa temanku secara tak langsung membuat kelompok belajar yang akhirnya
menamai diri kami menjadi M3ARPA. M3ARPA adalah gabungan dari nama depan kami;
Mifta, Muslimah, Modin, Ammah (saya), Rini, Puji, Ahmad. Kelompok M3ARPA ini
dulu sering belajar bareng bergiliran dari satu rumah ke rumah yang lainnya
menjelang ujian sambil main tentunya. Eh tapi kami tidak mengenal pacaran loh.
Kelompok ini sedikit sok eksklusif hihihi karena isinya pemegang rangking
semua. Dan aku tidak tahu apa pendapat teman-teman sekelas waktu itu, apa
kelompok kami agak sok atau apa, aku tak mau tahu hehehehe.
Setelah ujian SMP berakhir, di
acara perpisahan, aku dan teman-temanku yang ikut kulintang kembali beraksi.
Perpisahan itu kututup dengan bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena berhasil
mendapat peringkat 5 paralel dan sedih karena berpisah dengan teman-teman.
Sedih dan bahagia yang seimbang.
Memasuki bangku SMA, aku
terdampar di SMA N I Sukoharjo. Terdampar karena awalnya ingin sekolah di SMA N
I Surakarta (SMA N I Solo), namun karena dari luar daerah kuota yang diambil
sedikit dengan pesaing banyak, aku harus rela melepas mimpi. Dari 60 siswa luar
daerah yang akan diterima, aku menduduki peringkat 72 dan otomatis harus
mencabut pendaftaranku. Di hari-hari pendaftaran yang hampir berakhir, Bapak
menyuruhku mendaftar di SMA N 3 Surakarta karena nilaiku jelas diterima di
sana, tetapi aku takut, di sana katanya siswanya kebanyakan orang-orang cina
yang cerdas dan kaya raya, aku minder. Bapak meyakinkanku bahwa banyak juga
orang jawa, tetapi aku tetap tidak mau. Aku pun akhirnya didaftarkan Bapak ke
SMAN I Sukoharjo dan diterima.
Beberapa hari belajar di kelas,
tiba-tiba aku menjadi salah satu siswa yang diikutkan tes untuk masuk kelas akselerasi.
Akhirnya saat diumumkan, dari 39 siswa, aku berada diurutan 23. Setelah proses
wawancara siswa dan orang tua, aku resmi menjadi salah satu siswa akselerasi
SMAN I Sukoharjo angkatan pertama. Menjadi siswa akselerasi membuat hidupku
berubah. Dulu di SMP, aku sangat mudah bergaul. Namun, di SMA secara tidak
langsung pergaulanku berubah 180 derajat. Kami siswa aksel menjadi sorotan
siswa regular. Entah apa yang ada di pikiran mereka, ada yang iri karena kelas
kami paling mewah saat itu (bayarnya juga mahal lho), ada yang
nunjuk-nunjuk kami kalau lewat, cah aksel lewat-cah aksel lewat, bahkan
ada yang terang-terangan menunjukkan ketidaksukaan. Aku dan teman-temanku juga
tidak tahu apa salah kami, sampai ada yang begitu. Kami pun akhirnya hanya berkutat
di kelas dan ke luar jika ada perlu. Selain karena pelajaran kami yang padat, jadwal
masuk dan libur kami juga berbeda dengan kelas regular. Apalagi kelas kami di
pojok, jarang terjamah hehehe.
Padatnya belajar di awal kelas
akselerasi juga prestasiku yang menurun, sempat membuatku stress. Dari yang
sejak SD hingga SMP belum pernah mendapat nilai di bawah 6, di awal SMA
mendapat nilai ulangan do re mi fa sol. Namun, akhirnya aku memilih semangat
berjuang karena merasa baru berada di masa penyesuaian. Waktu semakin berlalu,
aku merasa baik dan terbiasa di kelas akselerasi. Walaupun hanya dua kali
mendapat peringkat sepuluh besar, tapi Alhamdulillah bisa lulus dengan nilai
yang bagiku memuaskan dan yang terpenting adalah hasil sendiri karena mengerjakan
ujian tanpa kerja sama dengan teman.
Lulus SMA, aku mendaftar SPMB dan
memilih jurusan kedokteran UNS (Universitas Sebelas Maret) dan aku gagal. Aku
pun akhirnya tetap masuk di UNS tetapi di program studi S1 PGSD (Pendidikan
Guru Sekolah Dasar) dengan sedikit terpaksa dan berharap mengisi waktu agar
tahun depannya bisa mendaftar kedokteran lagi. Aku kuliah seadanya, berharap
itu sementara. Namun ternyata tahun depannya tidak diijinkan Ibu untuk pindah
kuliah. Walau sedikit kecewa, akhirnya aku bisa semangat kuliah di PGSD. Aku
mulai mencintai dunia anak-anak. Aku pun merasa sangat beruntung bisa kuliah di
PGSD. Banyak hikmah yang bisa diambil.
Mata kuliah yang paling berkesan
adalah mata kuliah yang diajarkan Bapak Gunarhadi (aku lupa mata kuliah apa). Bapak
Gunarhadi mengajak mahasiswa berkeliling SLB di Solo. Hal itu membuat kami yang
lahir normal tanpa kurang suatu apapun menjadi sangat bersyukur. Selain itu di
semester terakhir, ada mata kuliah pilihan yang wajib diikuti. Mata kuliah itu
antara Seni Musik atau Seni Tari. Aku yang memang dulu pernah suka musik dan
memutuskan berhenti menyukai, akhirnya memilih seni music. Seni musik yang
dipelajari saat kuliah adalah Kulintang dan Gitar. Aku yang pernah lama bermain
kulintang, tentu tidak merasa kesulitan sama sekali, justru merasa
bernostalgia. Sedangkan gitar, aku sama sekali belum pernah belajar. Namun
mungkin, memang bakat musik itu ada (kakakku dulu juga jago marching band). Dosen
musikku, Bapak Karsono sempat berkata bahwa untuk pemula, permainan gitarku
jempol. Bahkan aku sempat membuat satu lagu ciptaanku yang kuperdengarkan
kepada teman-teman dekatku. Namun, lagi-lagi, bagiku kuliah seni musik adalah
kesempatan bernostalgia dengan hobi saat SMP. Bagiku, musik dan murotal tidak
akan pernah sejalan, justru berlawanan. Aku memutuskan mencintai musik dalam
kenangan (bukan berarti terus nggak mau menyanyi sama sekali, di sekolah masih ngajar seni musik walau terbatas) serta mencintai Al-Qur’an dalam kenyataan kehidupan.
Sehari setelah hari lahir Ibuku
yang ke 51 tahun, yaitu 27 Juli 2010, aku dinyatakan lulus. Tanggal 2 September
2010 aku dan teman-temanku mendapat gelar S.Pd. Aku lulus kuliah dengan IPK
3,41. Sempat menyesal mengapa dulu di awal kuliah tidak sungguh-sungguh sampai
tidak bisa cumlaude. Namun, yang paling kupahami adalah restu seorang Ibu
menentukan nasib anaknya. Lulus dari kuliah Bapak Ibu menganjurkanku ikut tes
CPNS, aku menurut saja walau saat itu aku sudah sangat merasa nyaman menjadi
guru di SD AL-Irsyad Surakarta. Tes CPNS terlaksana dengan lancar, tanpa kerja
sama tanpa kecurangan. Saat pengumuman aku termasuk yang lolos. Mungkin, jika
dulu aku jadi pindah kuliah, mungkin saat itu aku belum lulus dan tidak akan
lolos cpns, karena tahun berikutnya, qadarullah, moratorium cpns diberlakukan.
Setelah lolos cpns, tahun 2011 aku
ditempatkan di SD Negeri Krajan. Sebuah SD di Kecamatan Jebres Kota Surakarta
(Solo). Perpisahan dengan SD Al-irsyad pun tak terhindarkan. Perpisahan yang
sama sedihnya dengan perpisahan jaman SD dulu. Perpisahan yang menguras air
mata. Lebay!!! Hahaha.
Awal tahun baru 2012, saat usiaku
23 tahun, seorang teman memberitahuku bahwa ada seorang laki-laki yang
menginginkanku menjadi istrinya. Aku jawab saja aku belum siap menikah. Aku
suruh temanku bilang pada laki-laki itu untuk mencari wanita lain. Namun,
ternyata, setelah beberapa bulan. Laki-laki itu pun menanyakan lagi. Hingga
akhirnya pada tanggal 8 Juli 2012, laki-laki itu datang ke rumahku bersama
sepasang suami istri yang tak lain adalah sahabat saat kuliahku, Mas Moko dan
Mbak Eva. Laki-laki itu mengajakku ta’aruf dan menyampaikan maksudnya pada
orang tuaku melalui Mas Moko. Ta’aruf pun dilaksanakan. Setelah melalui
istikharah yang panjang, dengan mengucap Bismillah, aku pun memutuskan
menerimanya.
Tanggal 7 bulan Oktober tahun
2012 menjadi hari bahagia kami. Pernikahanku dengan seorang laki-laki bernama
Ardi Rahman Fuady. Sikapnya yang tulus menyayangiku dan mencintaiku membuatku
yang awalnya belum cinta menjadi cinta. Benarlah jika cinta itu ditumbuhkan.
Itulah mengapa tidak ada kata pacaran dalam islam.
Setahun setelah pernikahan,
tepatnya tanggal 26 Oktober 2013, aku didampingi oleh suamiku yang sangat
setia, melahirkan seorang bayi perempuan jam 9 malam, teriring hujan yang
berharap menjadi keberkahan. Bayi itu kami beri nama Athifa Auliyaur Rahman
yang kami harapkan menjadi wanita lemah lembut yang menjadi kekasih Sang Maha
Rahman. Yaitu menjadi wanita sholihah dan bertaqwa kepada-Nya.
Tentunya dalam perjalanan rumah
tangga kami, ada suka duka silih berganti. Ujian dan kebahagiaan kami rasakan
bersama dan kami berharap bisa menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warohmah.
Aamiin.
saya, suami dan anak, sumber: dokumen pribadi |
adik, Bapak, adik, bungsu, saya dan anak,, Ibu, kakak |
Tentang nama. Nama Fafa
Fathurrohma adalah nama yang kugunakan sebagai nama pena. Tahun 2011 adalah
tahun-tahun saat aktif menulis. Aku aktif mengikuti kegiatan organisasi
kepenulisan Forul Lingkar Pena (FLP) Solo. Fafa, berasal dari kecintaanku
terhadap angka 4 dan dihubungkan dengan musik jaman dulu, (walaupun suka musik,
aku belum pernah nonton konser, dan itu Alhamdulillah). Aku suka angka 4 karena
aku lahir tanggal 4, saudaraku 4, dan nada 4 itu adalah fa. Aku sendiri suka
huruf F dan A. Nama itu sudah lama kubuat inisial dan nama email. Eh,
Qadarullah ternyata F nya Fafa, sedangkan A nya adalah Ardi. Fafa dan Ardi.
(emot senyummmmm dan cinta) :D
Nama Fathurrohma berasal dari
nama asli saya Fatkhurohmah. Sengaja saya ikutkan karena itu nama pemberian
Bapak yang artinya sangat bagus. Hanya saya ubah sesuai huruf arabnya. Jadi
jangan heran jika di fb ada yang memanggil amah, itu nama panggilan saya dari
kecil sampai kuliah. Di Al-Irsyad saya memperkenalkan diri sebagai Fathur.
Setelah itu saya memperkenalkan diri sebagai Fafa. Orang yang memanggil saya
dengan Fafa berarti orang kekinian. Termasuk suami saya. ^_^
Satu lagi nama panggilan saya
yaitu Rohmah. Itu adaah panggilan keluarga saya. Yang setelah menikah, saya akhirnya
memperkenalkan diri di keluarga suami dengan nama Rohmah. Suami jika di tempat
kerja dipanggil Rahman. Rohmah dan Rahman. Cocok sekali kan? (senyum lagiii)
Selebihnya, saya berharap bahwa
hidup saya diridhoi Alloh Subhanahu Wata’ala. Semoga Alloh mengampuni dosa saya
dan merahmati saya dan keluarga.
Alhamdulillahirabbil’alamiin.
____________________________________________________________________________
Saya pertama kali kenal dengan Mbak Ika saat ada acara kopdar IIDN Solo di rumah Mbak Arinta Adiningtyas. Hari Ahad, tanggal 15 Februari 2015. Mbak Ika memperkenalkan diri, bahwa beliau adalah kakak dari Mbak Arinta. Ceritanya Mbak Ika diminta bantuin masak, begitu kata Mbak Arinta. Menurut saya masakannya saat itu, lontong opor, enak banget. Mak nyuusss. Tidak kalah dengan masakan rumah makan.
Setelah kenal di dunia nyata, saya berteman dengan Mbak Ika di dunia maya melalui media social. Mbak Ika seorang yang ramah, baik dan rukun dengan adik-adiknya, mbak Arinta dan dik Opik. Kerukunan mereka mengingatkanku bahwa dulu saat kecil saya ingin sekali mempunyai kakak perempuan yang bias mengajakku bermain dan curhat bareng. ^_^
Mbak Ika sering posting di blog, juga posting masakan, bikin ngiler deh.
Terima kasih sudah mengadakan Giveaway tentang sejarah hidup Mbak Ika, membuatku merasa bersyukur telah melewati kehidupan yang cukup penuh rasa suka dan duka. Semoga Alloh berikan kita keridhoan dan keberkahan. aamiin.
Tulisan saya ini, walau telat posting karena terkendala jaringan, tetap saya posting. Sayang, nulis panjang-panjang nggak jadi disetorin hehehe (tadi ngajar dulu).
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh