Man Jadda Wajada

barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dapatlah ia

Jumat, 25 September 2015

CINTA NAURA



            Naura. Aku masih mengingat canda tawanya. Canda tawa pembias lara. Aku masih terbayang lambaian jari manisnya saat kami berpisah. Dia selalu tersenyum riang. Seolah hidupnya selalu bertaburan kebahagiaan.
            “Kalau kamu benar cinta Dinda, terus berjuang aja! Jangan menyerah!” kata Naura saat bertemu di kampus waktu itu.
            Aku memang menyimpan hati pada Dinda, perempuan yang anggun, cerdas dan cantik. Namun, Dinda telah menolak lamaranku dengan alasan belum siap menikah. Dinda bilang akan memikirkan lamaranku suatu saat nanti. Maka aku putuskan untuk menunggunya. Aku bertambah yakin karena Naura, sahabat baik Dinda, mendukungku. Jelas aku ke-GR-an mengira Dinda sebenarnya suka padaku.
            “Aku sebenarnya sudah punya pilihan. Aku ingin menikah dengan lelaki pilihanku. Namun, orang tuaku tidak setuju pada hubungan kami. Aku masih memperjuangkannya. Maafkan aku!” Ucap Dinda tegas tanpa henti, tepat 6 bulan masa penantianku. Aku sangat kesal.
            Aku tanyakan pada Naura mengapa tak pernah cerita yang sebenarnya. Naura berulang kali minta maaf bahkan kudengar suaranya hampir menangis. Ternyata dia telah berjanji pada Dinda untuk menjaga rahasia. Aku pun memakluminya.
            Aku semakin melupakan Dinda dan semakin dekat dengan Naura. Hampir setiap hari aku menghubunginya. Aku terlanjur nyaman berbagi apapun pada Naura. Hingga suatu ketika Naura menitikkan air mata saat melihatku terbaring sakit, aku mulai menangkap ada sesuatu di hatinya. Sejak saat itu, aku sering mengajaknya bertemu. Entah apa yang sebenarnya kurasakan. Aku katakan aku memiliki kecenderungan hati padanya. Aku nyaman bersamanya. Aku pun nyaman ketika Naura mengajakku bermain ke rumah Dinda. Aku berpikir Dinda sudah memiliki pilihan, jadi tidak ada salahnya kuiyakan ajakan Naura. Namun, sepulangnya dari rumah Dinda, kakak Dinda meneleponku bahwa orang tuanya sangat suka padaku. Orang tuanya ingin Dinda menikah denganku. Mereka tak tahu sama sekali jika aku telah sangat dekat dengan Naura. Bagai makan buah simalakama. Dinda yang telah kutepis dari hatiku kini hadir kembali. Bayang-bayang Dinda dan Naura terus memenuhi otakku.
            “Naura, aku sungguh bingung memilih kamu atau Dinda! Atau aku pilih kalian berdua?” kuutarakan kebingungan hatiku tanpa peduli perasaan Naura. Naura pun tahu keinginan orang tua Dinda.
            “Silahkan saja jika itu pilihanmu, Haris!” jawab Naura tegas.
            “Kamu tidak takut jika aku jadi suamimu lalu berpoligami?” tanyaku mendelik.
            “Kenapa harus takut?Takdirku telah tertulis dalam kitab-Nya. Tintanya telah kering. Jika memang aku ditakdirkan untuk dimadu suamiku, aku akan bisa melewatinya dengan baik. Aku yakin Allah tidak akan membebaniku di luar kemampuanku.” Naura menjawab dengan mantap. Aku terharu bahkan hampir menangis. Namun bayangan Dinda masih menari-nari dalam pikiranku.
Akhirnya selang satu bulan aku meminta pendapat Ibuku. Ibuku lebih memilih Dinda. Entah apa alasannya hingga Naura merasa tidak diharapkan. Padahal aku belum menentukan pilihan. Naura menjauh dariku, menjauh dan menjauh. Kulihat Naura tak seceria dulu. Aku merasa bersalah. Kupaksa Dinda memastikan apakah hatinya benar diberikan padaku. Namun Dinda bingung. Dinda tidak menjawab. Aku jadi tersadar aku selama ini menyia-nyiakan cinta Naura.
            “Naura, aku memilihmu!” Ucapku tak sabar saat aku menelponnya. Kudengar Naura terisak. Aku menunggunya bersuara.
            “Orang tuaku menganggap kamu mempermainkan aku. Aku akan menikah dengan lelaki pilihan orang tuaku. Mohon maafkan semua salahku. Aku minta dengan sangat, kamu jangan hubungi aku lagi, Haris!” Naura terisak berat dan menutup teleponnya. Sudut mataku basah oleh tetesan kesedihan dan penyesalan.
            Naura, semoga kamu bahagia dengan suamimu. Aku tahu aku adalah lelaki bodoh yang telah menyia-nyiakan cintamu. Aku berharap suatu saat akan menemukan perempuan sepertimu, yang mencintaiku setulus cintamu padaku.

                                                                                                 Sukoharjo, 25 September 2015

IIDN SOLO TIADA HENTI BERPRESTASI












1 komentar: